Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa meski jumlah kasus kejahatan terhadap anak mengalami penurunan, jumlah anak sebagai pelaku dalam kasus kejahatan justru semakin meningkat.
Pada semester pertama 2015, kekerasan terhadap anak mencapai 105 kasus. Jumlah tersebut menyusut menjadi 88 kasus di semester kedua 2015. Data ini dihimpun dari pengaduan yang masuk selama tahun 2015 dan melibatkan kerja sama dengan sejumlah mitra KPAI.
“Penurunan kekerasan terhadap anak ini terjadi bersamaan dengan wacana hukuman kebiri sebagai pemberatan bagi pelaku kejahatan seksual anak,” jelas Ketua KPAI HM Asrorun Niam dalam catatan akhir tahun di Kantor KPAI (30/12).
Diakui olehnya, bahwa wacana hukum kebiri di masyarakat berdampak positif pada penekanan jumlah kekerasan seksual anak. Meski begitu, hingga saat ini Perpu kebiri masih belum disahkan. Sebelumnya, wacana ini sudah pernah dibicarakan bersama Presiden Joko Widodo pada Oktober lalu.
“Analisis yang mengakibatkan turunnya pengaduan kasus kekerasan dan seksualitas anak salah satunya adalah wacana pemberatan hukuman terhadap pelaku dengan kebiri. Baru wacana saja data sudah menunjukkan penurunan, apalagi jika benar-benar disahkan. Saya berharap ini menjadi fokus pemerintah di 2016,” ungkapnya.
Sementara anak sebagai korban kasus kejahatan semakin menurun, anak sebagi pelaku kekerasan justru cenderung meningkat. Fakta yang didapatkan KPAI mengungkapkan bahwa pada tahun 2014, terdapat 67 kasus anak yang menjadi pelaku kekerasan, sementara itu pada 2015 meningkat jadi 79 kasus. Sedangkan kasus anak sebagai pelaku tawuran juga mengalami kenaikan. Bila pada tahun 2014 ada 46 kasus, tahun 2015 mencapai 103 kasus.
“Data penurunan anak sebagai korban menunjukkan adanya kesadaran dari orang tua dan pendidik terhadap isu perlindungan anak, tetapi sisi lain tingginya anak sebagai pelaku kekerasan menunjukkan adanya faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi perlindungan anak,” jelas Asrorum.
Menurut KPAI, fenomena ini menunjukkan bahwa masih ada nilai dalam masyarakat yang belum berfungsi secara benar, yakni pilar masyarakat dan pemerintah setempat. Beberapa hal yang ditengarai sebagai penyebab naiknya jumlah anak sebagai pelaku kekerasan adalah maraknya situs pornografi dan game online.
Diakui olehnya bahwa, KPAI sendiri telah mendesak para pengusaha internet dan game online untuk serius menangani dampak buruk permainan tersebut sepanjang tahun 2015. Namun, belum ada keseriusan dari pelaku usaha untuk menciptakan game online yang ramah anak.
Selain usaha dari pemerintah, setiap orang tua harusnya menyadari betul peran penting pengasuhan dan perlindungan anak dari hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa caranya adalah dengan selektif memilah permainan bagi anak, membatasi penggunaan gadget, hingga mengawasi pemakaian internet.
Apakah artikel ini memberkati Anda? Jangan simpan untuk diri Anda sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang belum mengenal Kasih yang Sejati.
Mari berbagi dengan orang lain, agar lebih banyak orang yang akan
diberkati oleh artikel-artikel di Jawaban.com seperti Anda. Caranya? Klik di sini.